Modifikasi Korek Honda Blade Spek Road Race..
Bagi yang menyaksikan langsung kejurnas Motoprix seri pertama di sirkuit
Delta Mas bulan lalu pasti geleng-geleng kepala lihat Honda Blade milik
Tim Honda Banten. Motor gres dari PT Astra Honda Motor (AHM) ini
melejit di barisan terdepan di antara Yamaha Jupiter Z yang selalu
mendominasi jalannya road race tanah air.
Di kelas seeded, Mariasan Kocek sang pembalap mampu finish ke empat di
race kedua namun tidak bisa finish dirace pertama karena rantai
ketengnya tiba-tiba kendur di tengah jalannya lomba. Bahkan saat
kualifikasi Honda Blade ini mencatatkan waktu setara dengan Jupiter Z
milik Rafid Topan dan duet Adi AW - Diaz KJ.
Diakui Akiang sang mekanik, settingan untuk turun di kejurnas Motoprix
seri pertama ini masih step 1. “Masih seadanya, karena dukungan dari AHM
juga minim dan ketersediaan spare partnya yang sulit didapat jadi
kendala,” ungkap mekanik yang juga jago bubut ini. Karena masih step
satu mari kita bongkar rahasia dapur pacunya. Siapa tahu bisa
diaplikasikan untuk motor korek harian.
Diuntungkan Konstruksi Kepala Silinder
“Basic-nya kepala silinder Honda Blade sudah sangat bagus. Terutama
perbandingan (ratio) rocker arm lebih tinggi dari mesin Honda lainnya,”
buka Akiang yang punya nama asli Edwin ini. Perbandingan rocker arm
Honda Blade 1:1,5 artinya saat rocker arm tertonjok camshaft (noken as)
dalam posisi lift penuh, pada klep membuka 1,5 kali dari tinggi tonjokan
camshaft.
“Karena tinggi camshaft dibuat 6mm maka klep membuka 9mm,” terang
Akiang. Perbandingan ini lebih tinggi dari Jupiter Z dan Supra X 125
yang hanya 1:1,33. Hasilnya noken as berputar lebih ringan karena tidak
membutuhkan daya tekan besar untuk membuat klep membuka makin tinggi.
“Selain itu, camshaft juga dilengkapi dengan dua laher di kanan dan kiri
bikin putaran noken as tambah ringan,” lanjut Akiang yang bengkelnya
mangkal di Ciputat ini. Selanjutnya Akiang hanya mendesain camshaft baru
yang mengatur lubang isap agar membuka di 34 derajat sebelum TMA dan
menutup di 56 derajat setelah TMB. Dengan lift yang hanya 9mm dan LSA
yang tak lebih dari 103 derajat maka over lap kedua klep saat membuka
bersamaan sekitar 3mm.
“Tenaga atasnya masih kurang tapi bawahnya sudah bagus. Nanti tinggal
dimainkan saja over lap-nya sesuai kaakter sirkuit,” terang Akiang
sambil menyebutkan kubah kepala silinder Blade ini sudah lebih ceper
sehingga lebih mudah menaikan kompresi. Ini juga salah satu keunggulan
kontruksi kepala silinder Blade.
“Hanya mengganti piston dengan yang memiliki dome lebih tinggi 2,5mm,
kompresi langsung naik tanpa harus membuat squish atau merubah sudut
kubah. Paling hanya papas sedikit saja,” yakin Akiang yang juga yakin
kompresi yang didapat 13,6:1. Dan hasil modifikasi step satu ini baru
memuntahkan peak power 16dk di 8000 rpm. Sudah dua kali lipat dari
tenaga standarnya.
Intake Panjang dan Porting Cobra
Kebanyakan mekanik balap ramai-ramai pasang intake karburator
sependek mungkin. Namun berbeda dengan prinsip yang dipegang Akiang.
Pria berkulit putih ini justru pasang intake panjang. “Makin panjang
tekanan gas bahan bakar jadi makin tinggi. Torsi makin tinggi dan power
tengah-bawahnya enak.
“Saya pakai intake KOSO yang dipotong lalu disambung sekitar 15cm,”
jelas Akiang sambil menggambarkan bentuk porting Honda Blade ini mirip
kepala ular cobra. “Saat masuk kecil lalu membesar di tengahnya dan
mengecil lagi sesuai ukuran klep,” jelas Akiang.
Tensioner Rantai Keteng Custom
Tensioner rantai keteng Blade masih menggunakan fitur yang sama dengan
mesin generasi C series yaitu menggunakan roller, bukan bilah seperti
pada Supra X125. Agar rantai keteng enggak gampang kendur, Akiang
memodifikasi dengan menggunakan bilah dan setelan kekerasan mirip Supra X
125. Hasilnya lebih awet dan konsisten di putaran tinggi.
Pengapian Murah Meriah
Tidak ada yang istimewa di sektor pengapian. Tidak ada barang mahal,
magnet hanya pakai standar bawaan pabrik. “Magnet standar hanya dibubut.
Totalnya berat tinggal 600 gram. Sedang CDI pakai BRT i-max untuk Supra
X125,” terang pria yang suka pakai baju warna merah ini. CDI Supra X125
ternyata sama persis dengan CDI Honda Blade. “Pick up magnetnya sama
tuh, tinggal sesuaikan kabelnya aja karena beda di soket,” lanjut
Akiang.
Kopling Supra X 125
Bawaan Honda Blade ini sudah mengadopsi kopling dengan sistem pegas
diapragma. Namun karena keterbatasan part makanya Akiang nekat
menggantinya dengan kopling set sistem pegas spiral bawaan Supra X125.
“Sebenarnya pegas diapragma sudah mumpuni meski masih standar.
Kemampuannya menekan kompling pun lebih merata ketimbang pegas. Tapi
cari partnya susah sekali, dari pada pusing mendingan diganti,” tutup
Akiang.
Rangka Standar Sudah Mumpuni
Kaget juga melihat Honda Blade ini buka baju. Tidak ada modifikasi
berarti disini. Hanya modifikasi sokbraker depan agar rebound nya lebih
lambat dang anti sokbraker belakang dengan keluaran Daytona. Tidak ada
potong rangka, ubah bracket sokbraker, tukar swing arm atau pindah
posisi tanki. “Rangkanya sudah enak banget, ngelawanlah sama Jupiter Z,”
yakin Mariasan Kocek sang pilot Honda Blade.
Bagi yang menyaksikan langsung kejurnas Motoprix seri pertama di sirkuit
Delta Mas bulan lalu pasti geleng-geleng kepala lihat Honda Blade milik
Tim Honda Banten. Motor gres dari PT Astra Honda Motor (AHM) ini
melejit di barisan terdepan di antara Yamaha Jupiter Z yang selalu
mendominasi jalannya road race tanah air.
Di kelas seeded, Mariasan Kocek sang pembalap mampu finish ke empat di
race kedua namun tidak bisa finish dirace pertama karena rantai
ketengnya tiba-tiba kendur di tengah jalannya lomba. Bahkan saat
kualifikasi Honda Blade ini mencatatkan waktu setara dengan Jupiter Z
milik Rafid Topan dan duet Adi AW - Diaz KJ.
Diakui Akiang sang mekanik, settingan untuk turun di kejurnas Motoprix
seri pertama ini masih step 1. “Masih seadanya, karena dukungan dari AHM
juga minim dan ketersediaan spare partnya yang sulit didapat jadi
kendala,” ungkap mekanik yang juga jago bubut ini. Karena masih step
satu mari kita bongkar rahasia dapur pacunya. Siapa tahu bisa
diaplikasikan untuk motor korek harian.
Diuntungkan Konstruksi Kepala Silinder
“Basic-nya kepala silinder Honda Blade sudah sangat bagus. Terutama
perbandingan (ratio) rocker arm lebih tinggi dari mesin Honda lainnya,”
buka Akiang yang punya nama asli Edwin ini. Perbandingan rocker arm
Honda Blade 1:1,5 artinya saat rocker arm tertonjok camshaft (noken as)
dalam posisi lift penuh, pada klep membuka 1,5 kali dari tinggi tonjokan
camshaft.
“Karena tinggi camshaft dibuat 6mm maka klep membuka 9mm,” terang
Akiang. Perbandingan ini lebih tinggi dari Jupiter Z dan Supra X 125
yang hanya 1:1,33. Hasilnya noken as berputar lebih ringan karena tidak
membutuhkan daya tekan besar untuk membuat klep membuka makin tinggi.
“Selain itu, camshaft juga dilengkapi dengan dua laher di kanan dan kiri
bikin putaran noken as tambah ringan,” lanjut Akiang yang bengkelnya
mangkal di Ciputat ini. Selanjutnya Akiang hanya mendesain camshaft baru
yang mengatur lubang isap agar membuka di 34 derajat sebelum TMA dan
menutup di 56 derajat setelah TMB. Dengan lift yang hanya 9mm dan LSA
yang tak lebih dari 103 derajat maka over lap kedua klep saat membuka
bersamaan sekitar 3mm.
“Tenaga atasnya masih kurang tapi bawahnya sudah bagus. Nanti tinggal
dimainkan saja over lap-nya sesuai kaakter sirkuit,” terang Akiang
sambil menyebutkan kubah kepala silinder Blade ini sudah lebih ceper
sehingga lebih mudah menaikan kompresi. Ini juga salah satu keunggulan
kontruksi kepala silinder Blade.
“Hanya mengganti piston dengan yang memiliki dome lebih tinggi 2,5mm,
kompresi langsung naik tanpa harus membuat squish atau merubah sudut
kubah. Paling hanya papas sedikit saja,” yakin Akiang yang juga yakin
kompresi yang didapat 13,6:1. Dan hasil modifikasi step satu ini baru
memuntahkan peak power 16dk di 8000 rpm. Sudah dua kali lipat dari
tenaga standarnya.
Intake Panjang dan Porting Cobra
Kebanyakan mekanik balap ramai-ramai pasang intake karburator
sependek mungkin. Namun berbeda dengan prinsip yang dipegang Akiang.
Pria berkulit putih ini justru pasang intake panjang. “Makin panjang
tekanan gas bahan bakar jadi makin tinggi. Torsi makin tinggi dan power
tengah-bawahnya enak.
“Saya pakai intake KOSO yang dipotong lalu disambung sekitar 15cm,”
jelas Akiang sambil menggambarkan bentuk porting Honda Blade ini mirip
kepala ular cobra. “Saat masuk kecil lalu membesar di tengahnya dan
mengecil lagi sesuai ukuran klep,” jelas Akiang.
Tensioner Rantai Keteng Custom
Tensioner rantai keteng Blade masih menggunakan fitur yang sama dengan
mesin generasi C series yaitu menggunakan roller, bukan bilah seperti
pada Supra X125. Agar rantai keteng enggak gampang kendur, Akiang
memodifikasi dengan menggunakan bilah dan setelan kekerasan mirip Supra X
125. Hasilnya lebih awet dan konsisten di putaran tinggi.
Pengapian Murah Meriah
Tidak ada yang istimewa di sektor pengapian. Tidak ada barang mahal,
magnet hanya pakai standar bawaan pabrik. “Magnet standar hanya dibubut.
Totalnya berat tinggal 600 gram. Sedang CDI pakai BRT i-max untuk Supra
X125,” terang pria yang suka pakai baju warna merah ini. CDI Supra X125
ternyata sama persis dengan CDI Honda Blade. “Pick up magnetnya sama
tuh, tinggal sesuaikan kabelnya aja karena beda di soket,” lanjut
Akiang.
Kopling Supra X 125
Bawaan Honda Blade ini sudah mengadopsi kopling dengan sistem pegas
diapragma. Namun karena keterbatasan part makanya Akiang nekat
menggantinya dengan kopling set sistem pegas spiral bawaan Supra X125.
“Sebenarnya pegas diapragma sudah mumpuni meski masih standar.
Kemampuannya menekan kompling pun lebih merata ketimbang pegas. Tapi
cari partnya susah sekali, dari pada pusing mendingan diganti,” tutup
Akiang.
Rangka Standar Sudah Mumpuni
Kaget juga melihat Honda Blade ini buka baju. Tidak ada modifikasi
berarti disini. Hanya modifikasi sokbraker depan agar rebound nya lebih
lambat dang anti sokbraker belakang dengan keluaran Daytona. Tidak ada
potong rangka, ubah bracket sokbraker, tukar swing arm atau pindah
posisi tanki. “Rangkanya sudah enak banget, ngelawanlah sama Jupiter Z,”
yakin Mariasan Kocek sang pilot Honda Blade.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar